Halaman

Senin, 27 Februari 2012

TUNAS KE 3 SUNGAI KENANGAN


Cahaya matahari menembus jendela kawat, sinarnya berpijar di antara-antara dinding-dinding kelas yang catnya telah kusam dan tak cerah. Para siswa tengah serius menghadapi selembar kertas   di atas mejanya masing-masing. Tidak satu pun yang tubuh kami yang bergerak kecuali mereka yang tengah menyontek kepada teman sebangkunya bahkan tetangganya. 

Tiba-tiba seorang guru berdiri di hadapan kami semua.
"Anak-anak minggu depan sekolah kita di undang untuk mengikuti kegiatan pramuka di tingkat kwaran, dengan itu bapak berharap sekali agar kalian semua ikut serta dalam kegiatan tersebut, saat ini bapak membutuh kan 6 orang putera dan 6 orang puteri, nah.... untuk sisanya bapak akan meminta keikut ertaan dari kelas lain."Katanya dengan penuh harapan,"jadi siapa yang akan ikut ke sana."
Suasana tampakhening lebih dari sebelumnya, tidak beberapa lama kemudian ruangan ini menjadi gaduh, mereka saling menuduh siapa yang harus ikut kegiatan itu meskipun aku berharap sekali mereka menuduhku tapi sungguh tak seorangpun yang menuduhku padahal waktu itu aku sangat berharap banyak sekali kepada mereka dan sayangnya mereka tidak pernah menyadarinya. Kini sudah ada 5 orang yang telah tercatat, hanya satu orang lagi yang harus mendaftarkan diri untuk mengikuti kegiatan tersebut. Suasana menjadi hening kembali, pak guru yang sedang berdiri di depan kami semua ini tampak tengah bertanya-bertanya siapa yang akan mengikuti kegiatanitu akumencoba mengacungkan tanganku.
"Saya pak." rupanya seseorang lebih dariku aku menengokke belakang, ternyata dia adalah burhan orang yang paling pintar di kelas kami karena kepintarannya itu ia di segani disini sebagai ketua kelas. akan tetapai aku pula tak mau kalah darinya sesegera mungkin aku menengok pak guru yang sedang berdiri di hadapan dan senyumnya menyeringai melihat burhan mengacungkan tangan.

"Saya saja pak," ujarku memecahkan suasana,"tapi......"kemudian mereka berhenti berbuat bising dan menatapku penuh dengan rasa curiga "aku, aku tidak punya seragamnya tapi ingin sekali ikut krgiatan itu."mataku menataptajam orang yang didepanku itu dengan penuh permohonan.

"Kalau aku punya pak." Burhan mencoba mengambil perhatiannya aku yakin dia akan tertawa melihatku tidak ikut kegiatan itu. Semua teman-temanku tidak ada satupun yang mendukundku disini, mereka lebih mendukung burhan, menurutku itu hal yang mungkin terjadi jika mereka mendukung burhan karena burhan sendiri adalah anak istimewa dibandingkan denganku. Aku merasa malu pada diriku sendiri karena telah membuka rahasiaku bahwa aku tidak punya baju pramuka sungguh aku sangat malu sekali.

Semenjak kejadian yang memalukan itu aku berusaha untuk mendapatkan baju pramuka, agar jika suatu hari  ada kegiatan pramuka jika aku ingin mengikutinya jadi aku tidak perlu malu lagi. Setiap pulang dari SD aku langsung mengambil karung kosong, aku juga di temani oleh seorang teman yang senasib denganku. disini kami berdua berjalan mencari barang-barang bekas seperti gelas plastik, botol dan sebagainya.karena kampung kami jauh dari mana-mana kami berinisiatip mencari barang rongsokan itu di sekitar kampung kami yang penuh dengan pohon-pohon bambu yang mejunjung tinggi.

Tempat sampah ini merupakan teman karibku waktu itu, tempat sampah ini bagaikan kolam-kolam yang penuh akan sampah, diantara sampah-sampah itulah aku dan hasan bergelut mencari-cari bongkahan-bongkahan rupiah yang dapat aku kumpulan hingga aku bisa membeli baju pramuka. tempat sampah yang curam seakan-akan dapat memangsaku ketika aku tengah lengah mencari samapah disana, apalagi pohon bambu yang senantiasa jatuh jika diterpa angin kencang.

"Kamu dapat banyak rif?"tanya hasan.
"Lumayan, kalau kamu  bagaimana san?"
"Lumayan juga sich. aku lelah nih bagaimana kalau mandi di cicuol, pasti seger lagi."
"Yang benar saja."
"Benar dong, ya sudah nanti aku tunggu ditempat biasa, aku mau pulang dulu ke rumah."
"Hmmm... ya sudah kalau itu maumu."

Kami segera keluar dari arena sampah ini, dan mengganyang sekarung rongsokan yang akan kami jual kepada bandar rongsokan, tapi sebelumnya rongsokan ini akan kami simpan dahulu di rumah masing-masing. Sekejap senja datang hasan sudah tiba didepan rumahku, dengan segera aku menemuinya.

"Hanya kita sajakah?" tanyaku
"Tidak hambali dan idan aku ajak dan mereka sekarang telah duluan kesana."

Kami segera beranjak ke lokasi yang kami tuju, air yang di janjikan  hasan emang benar apa adanya dan sungai inilah yang sering kami sebut ci cuol, bebatuan menjulang diantara sungai yang mengalir deras, begitu pula dengan jembatan yang tampak indah dipandang dari sebelah sini sungguh heran meskipun terbuat dari helaian bambu tapi jembatan itu tampak kokoh. dipinggir sungai yang mengalir tedapat sebuah padang rumput yang menghampar luas sekali.

Di antara gundukan bebatuan yang berada di tengah sungai terdapat sebuah  waduk kecil seperti yang pernah hasan kaakan kepadaku, waduk ini sebenarnya tidak kami buat dengan sengaja akan tetapi para penggali pasir yang membuatnya menjadi dalam, pasir-pasir itu ditaruhnya dan dikumpulkan ditepi sungai, air sungai yang dalam memang sangat disukai anak-anak sepertiku menyempatkan diri untuk mandi di sana. Hambali dan idan tampak senang dan riang berenang-renang hilir mudik ketepi-ketengah mungkin mereka sangat menyenangkan sekali mandi disungai itu.

"Ikut mandi yuk rif,"
"Ide bagus tuh ayo."

Dengan bergegas kami berdua segera ikut bergabung bersama mereka menyenangkan bukan main, berenang kian kemari meloncat-loncat dari atas batu satu ke batu yang lainnya dan yang paling lebih menynangkan lagi adalah meloncat setinggitingginya dengan gaya kami sendiri ketengah air yang dalam itu, karena itu aku dan kawan-kawan sangat senang sekali bermain air, dan hal itu pula yang membuat kami menjadi lupa segala-galanya. Setelah kami merasa kedinginan kami mengorbankan diri kami untuk menjadi santapan cahaya matahari hal ini tidak merugikan kami tapi malah menguntungkan kami kami karena dengan itu tubuhkami menjadi kering kembali. Ditepi sungai ini terdapat sebuah gundukan pasir yang sengaja para tukang mengumpulkan pasir-pasirnya disana, gundukan pasir itu persis seperti gunung hal itu membuat kami tertrik untuk bermain disana. Kami membuat beberapa gunung-gunung kecil, jalan, sungai bahkan bencana alam.

"Hei sedang apa kalian?"teriak seorang kakek yang membuat kami menjadi terkejut."capek-capek ngumpulin kalin pakai main-main, kurang ajar, awas kalian."Sambil mengacung-acung kan sapu lidi yang berada di tangannya.

"Wah gawat nih bisa-bisa kita mati disini."
"Lari..........."

"Awas ya kalian kalau ketemu nanti." Kami lari lunggang-langgung sambil membawa pakaian yang belum sempat kami pakai, detakkan jantung semakin kencang dan rasa takutku semakin meningkat. Tidak terasa kami telah berjalan sejauh ini kami berempat ngos-ngosan dibuatnya. meskipun kami masih berada di tepisungai yang sama tapi kami tidak tahu kami berada dimana langkah inilah yang mengantarkan kami kesini. Setelah kami sadar dengan segera kami memakai baju yang masih merekat dalam genggaman kami.

"Hah sialan kakek tua itu. kalau aku tahu dia tidak bisa ngejar kita tidak usah kita berlari sejauh ini."
"Benar san, percuma kita berlari sejauh ini."pendapat hambali
"Tadi tuh mestinya kita santai saja, lagian kakek tua itu mustahil bisa mengejar kita."ujar idan
"Ya sudah lah yang berlalu biarlah berlalu."ucapku
"Tidak apalah yang pentingkan kita selamat."ujar hasan

Angin sepoy-sepoy menabrak tubuh kami, cahaya kuning menembus pepohonan yang rindang, air sungai yang terhiasi bebtuan yang menebar di mana-mana. Namun disebelah pandanganku terdapat sebuah baju cokelat yang sepertinya telah hanyut terbawa arus air.

"Pramuka," suaraku membuat kawan-kawanku menengok kearah pandanganku
"Ada apa rif?"
"Itu kan baju pramuka yang hanyut."
"Biar aku ambil" kataku
"Emang kamu kenapa, sepertinya kamu ingin sekali baju itu."
"Tidak aku hanya ingin saja,"

Aku mencoba membersihkan baju itu, ku perhatikan setiap gerak tanganku yang sedang membasuh baju yang baru aku pulung tadi.

"Aku selalu berharap bisa memakai baju pramuka yang bagus, keren, dan gagah, tapi ah.... aku hanya selalu bisa berharap."

Hari sudah beranjak sore, awan-awan mengantarnya ke tempat peristirahatan. Akan tetap kami masih betah berada disini, inilah yang ku sebut sebagai sungai kenangan karena di tempat inilah aku bisa merasa bahagia dan gembira bersama kawan-kawanku. Dan di sungai ini pula aku bisa merasa betapa senangnya mendapat baju pramuka pertamaku, meskipun basah kuyub.

"Kita pulang saja, sedah sore nih!"
"Ide bagus tuh, ayo!"

Mereka  bergegas meninggalkan sungai ini namun aku masih termenung menatapi baju yang pegang saat ini, aku baru tersadar ketika mereka meninggalkanku terlalu jauh. Dengan segera aku bergegas mengejar mereka.

Siang telah kutinggalkan dan malam ku sambut dengan perasaan yang penuh mengharukan. Di atas teras aku kembali menatap langit hitam dengan hiasan bintang-bintang yang bertaburan, semuanya tampak tengah menemani bulan yang murung sendirian. Aku selalu ingin mengungkapkan perasaanku tapi mereka selalu bisu tidak sedikit pun ia menjawab pertanyaanku.

"Bulan, hari ini aku telah mendapatkan baju pramuka, meskipun hati ini masih kecewa karena mendapatkan baju ini dengan cara tidak terhormat. Ya Allah Ibuku bilang jka kita bersabar maka Kau akan menyayangiku tapi kenyataannya kau tidak sama sekali, tapi tidak apa sekarang bajunya, besok bisa saja celananya."