Halaman

Kamis, 18 Oktober 2012

LIRIK LAGU Westlife "if i let you go"

[Shane:]
Day after day
Time passed away
And I just can’t get you off my mind
Nobody knows, I hide it inside
I keep on searching but I can’t find


[Mark:]
The courage to show to letting you know
I’ve never felt so much love before
[All (Shane lead):]
And once again I’m thinking about
Taking the easy way out

[All:]
But if I let you go I will never know
What my life would be holding you close to me
Will I ever see you smiling back at me? ([Shane:] oh yeah)
How will I know
[Shane:] if I let you go?

[Bryan:]
Night after night I hear myself say
Why can’t this feeling just fade away
There’s no one like you (no one like you)
You speak to my heart (speak to my heart)
It’s such a shame we’re worlds apart

[Shane:]
I’m too shy to ask, I’m too proud to lose
But sooner or later I gotta choose
And once again I’m thinking about
Taking the easy way out

[All:]
But if I let you go I will never know
What my life would be, holding you close to me
Will I ever see you smiling back at me? (oh yeah)
How will I know
[Shane:] if I let you go ?

[Shane:]
If I let you go ooooh baby
Ooooooooohhhhh

[Bryan:]
Once again I’m thinking about
Taking the easy way out
Ooooooooohhhhh

[All:]
But if I let you go I will never know
What my life would be, holding you close to me
([Mark:] close to me)
Will I ever see you smiling back at me?

([Shane:] oh yeah)
How will I know
([Bryan:] if I let you go?)
But if I let you go I will never know

([Mark:] oh baby)
Will I ever see you smiling back at me?

([Shane:] oh yeah)
How will I know
[Shane:] if I let you go ?

westlife_what about now


Shadows fill an empty heart
As love is fading,
From all the things that we are
But are not saying
Can we see beyond the scars
And make it to the dawn?

Change the colors of the sky
And open up to
The ways you made me feel alive,
The ways I loved you
For all the things that never died,
To make it through the night,
Love will find you

What about now?
What about today?
What if you’re making me all that I was meant to be?
What if our love never went away?

What if it’s lost behind words we could never find?
Baby, before it’s too late,
What about now?

The sun is breaking in your eyes
To start a new day
This broken heart can still survive
With a touch of your grace
Shadows fade into the light
I am by your side,
Where love will find you

What about now?
What about today?
What if you’re making me all that I was meant to be?
What if our love had never went away?
What if it’s lost behind words we could never find?
Baby, before it’s too late,
What about now?

Now that we’re here,
Now that we’ve come this far,
Just hold on
There is nothing to fear,
For I am right beside you.
For all my life,
I am yours.

What about now?
What about today?
What if you’re making me all that I was meant to be?
What if our love had never went away?
What if it’s lost behind words we could never find?

What about now?
What about today?
What if you’re making me all that I was meant to be?
What if our love had never went away?
What if it’s lost behind words we could never find?
Baby, before it’s too late,
Baby, before it’s too late,
Baby, before it’s too late,
What about now?

Senin, 23 April 2012

TUNAS KE 4 BAJU BEASISWA

Selain aku bekerja sebagai pemulung, jika hari libur tiba aku dan Hasan pergi ke pasar, tentu semua bertanya-tanya untuk apa kesana? kami kesana bukanlah untuk belanja melainkan bekerja sebagai pedagang kantong-kantong plastik atau kuli panggul, hal itu memang sering kami lakukan dan merupakan sebagian dari waktu luang yang kami manfaatkan untuk bekerja mencari uang. Meski tubuhku kecil tapi aku tidak pernah patah semangat mencari uang demi sebuah baju pramuka, yang memang kedengarannya tidak begitu menarik mencari uang hanya untuk sebuah baju pramuka, ya begitulah keinginanku tidak mau jika suatu hari nanati kejadian yang memalukan itu terjadi kembali.

Aku menyukai pekerjaanku saat ini daripada sebagai pemulung karena uang yang aku hasilkan lebih banyak daripada penghasilanku sebagai pemulung. Setiap kantong yang kujual diberi harga Rp.500 perak, meski keuntungan dari menjual kantong ini 100 persen, akan tetapi untuk menjual satu kantong saja cukup lama menunggu membutuhkan waktu  sebanyak beberapa jam.

     "Bu kantongnya bu..."

Suara khas inilah yang sering terdengar di setiap para konsumen yang ditawarkan untuk membeli kantong, aku pula tak ingin kalah dengan mereka apalagi dengan Hasan suaranya menggema disetiap telinga orang yang mendengarnya. Aku mengumandangkannya seraya memeperlihatkan kantong itu kepada orang kebanyakan.

Seharusnya anak seusiaku meikmati masa-masa yang menyenangkan seperti yang lainnya bermain, senda gurau, dan bersenang-senang. Akan tetapi hal itu sulit untuk aku dapatkan karena aku masih mempunyai mimpi yang belum aku dapatkan, untuk orang yang orang tuanya banyak uang tentu untuk membeli baju pramuka saja dapat di belikan tapi aku harus mencari uang itu sendiri dengan cara seperti ini. Begitulah hidup yang kadang-kadang membuat kita merasa tidak adil.

Pasar ini sudah mulai sepi dan sebagian toko sudah tutup sepenuhnya,tubuhku juga terasa lelah dan lemas. Aku hilir mudik mencari Hasan untuk mengjaknya pulang ke rumah. Meskipun tubuhku lelah tapi aku sama sekali tidak ingin pulang dengan menaiki kendaraan, meskipun Hasan sangat memaksakan aku untuk pulang dengan menaiki kendaraan, tapi aku sudah berjanji saat ini targetku hanya satu baju yang berwarna kopi susu dengan celana berwarna cokelat.

Uang recehan yang tergenggam dalam kantong celanaku sangat sayang jika harus di serahkan pada sang supir, sepertinya Hasan pula berpikir demikian maka sejak dari itulah aku dan Hasan sepakat berjalan kaki untuk pulang.

Angin berhembus melawan tubuhku yang tengah berjalan menapaki rel kereta, sering terdengar suara gemerincing dari saku celanaku, hal itu aku hiraukan karena aku sudah benda apa yang menemaniku berjalan. Udaranya sangat sejuk sekali diiringi alunan merdu suara kincir angin yang berdiri bertengger di antara pepohonan yang menjulang. "Sungai yang besar" pikirku, karena sebelumnya aku belum pernah melihat sungai sebesar ini.

Kuberjalan di atas rel dengan hati penuh perasaan tenang atas suguhan yang alam berikan kepadaku saat ini, Hasan berada di belakangku dengan langkah yang tidak seperti biasanya. Rasa lelahku seakan-akan hilang setelah melihat pemandangan yang berada di depan mata ini, hatiku rasanya gembira dan senang untuk berlama-lama di sini. Matahari dengan cahaya yang menguning telah segarkan awan-awan yang berwarna merah jinggga, sungguh cahayanya terasa sangat hangat di tubuhku, ilalang melambai-lambaikan daun-daunnya seiring angin sore menyapunya. Burung walet yang berterbangan di atas kepalaku membuat tidak sungkan menyeringai menatap mereka. Rasanya sungguh sangat rugi jika pemandangan ini aku tinggalkan sebagai tanda perpisahanku dengan siang.

Hasan tampak tidak begitu sangat tapi akhirnya ia juga tertarik juga oleh sungai yang mengalir deras disamping perjalanan kami. Aku menunggunya agar dapat bersama dengannya.

     "Indah bukan pemandangan disini?"
     "Tidak, sepertinya kamu baru datang kesini rupanya."
     "Maksudmu?" aku menatap matanya, tapi ia tetap berjalan kedepan tanpa sedikitpun menoleh kepadaku.
    "Dulu sungai lebih indah dari yang sekarang kamu lihat, yang kamu lihat sekarang adalah sungai sampah yang menjadi sumber segala penyakit," katanya. "Lihat saja pantaskah sungai yang keruh ini di sebut indah, hmm........" ia menggelengkan kepalanya, "lebih tepatnya adalah sungai sampah bukankah begitu Rif?"
     "Hebat sekali bicaramu San, sudah kaya pejabat saja."
   "Pejabat?" jalannnya terhenti ia memandangku dengan pandangan yang aneh buktinya keningnya mengkerut seketika ia menoleh kepadaku, dengan sekejap pula ia langsung mengembalikan pandangannya dan melanjutkan langkahnya. "Kapan pejabat peduli kepada kita? kapan pejabat memperhatikan sungai yang keruh ini, toh didepan mata kamu sendiri kamu dapat buktinya."
     "Rupanya benar juga ucapan Hasan." Pikirku.

Aku menekuk kepalaku dan melanjutkan perjalananku di samping Hasan. Kemudian Hasan mengajakku untuk duduk beristirahat diatas rel kereta api. Setelah beberapa lama kamu duduk dalam kebisuan akhirnya Hasan memecahkan suasana saat itu.

     "Euh, ngomong-ngomong kamu dapat berapa hari ini?"
     Aku mengeluarkan uang recehan dalam saku celanaku sedetail mungkin aku menghitungnya agar tidak satu rupiah pun tertinggal dalam hitunganku. "Sial aku hanya mendapatkan sedikit, lantas bagaiman dengan kamu?"
     "Lumayan...., menurutku hari ini aku lebih dari cukup."

Aku dan Hasan bangkit dari tempat duduk, dengan segera kami bergegas pulang ke rumah. Angin sepoy-sepoy mengantarkan perjalanan kami berdua.
.*.
.*.     .*.

Pagi ini aku sudah bangun dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, sekolahku tidak terlalu jauh, dan tidak juga terlalu dekat. Setiap pergi kesekolah celana merah milikk satu-satunya ini harus siap-siap aku angkat, minimal tidak kotor, karena jalan yang licin dan kotor membuatku harus rela melakukan hal itu. Angin pagi membuatku bersemangat untuk ke sekolah, dan sawah-sawah itu terlalu indah dari pandanganku, walaupun terkadang membuat baju kotor.

Jika aku  ke sekolah, aku tidak memakai sepatu, terkecuali jika hari senin pada saat upacara bendera yang di selenggarakan rutin di lapangan halaman sekolah, tidak hanya aku sendiri yang tidak memakai sepatu kesekolah sekitar sembilan puluh persen siswa sd kami tidak berlaskan sepatu melainkan sebuah sendal jepit. Guru sdku tidak pernah menegur kami karena memkai sendal jepit karena mereka tahu bahwa kami bukanlah orang yang serba kecukupan bagi kami lulus sd pun sudah lumayan.

Sesampainya di sekolah aku langsung terburu-buru masuk ke dalam kelas, ketika aku masuk kedalamnya cahaya bersinar menyambutku yang mencul dari sebuah jendela berkawat, waktu itu di sekolah kami belum ada jendela yang terbuat dari kaca, tapi beruntunglah waktu itu jadi jika panas datang angin pula datang lewat jendela tanpa kaca itu, tapi jika sebaliknya apabila hujan datang kami harus rela kedinginan saat itu. Atap kelasku terbuat dari bilik yang terlihat sudah lapuk di sana terdapat banyak sarang laba-laba, jarang sekali kami membersihkan atap dan langit-langitnya karena sungguh tidak seutas lidipun tersisa di kelas ini. Tidak ada inisiatif yang di tanamkan dari kami untuk membuat sapu lidi, dan percuma juga jika kami membuat sapu lidi jika sapu itu harus hilang atau di pakai untuk bermain-main oleh teman-teman.

Cahaya yang menyorot itu tiba-tiba lenyap, aku terkejut karenanya. ternyata seorang laki-laki berpostur tubuh kecil ceking dengan kulit sawo matang tengah memaksakan diri masuk melewati jendela bekawat itu, jendela itu memang sudah rusak lubangnya cukup besar, sehingga orang sebesar Hasan dapat masuk ke dalamnya.

Aku menghampirinya, "tidak ada pekerjaan ya?" kataku setengah nyengir, "bukankah pintu itu lebih besar lubangnya?"

"Aku bosan lewat sana terus, kalau lewat jendela ini kan ada tantangannya."

"Ha ha ha, terserah lah."

"Treng-treng" bunyi hentakan lonceng bergema di telinga kami semua, dan demikian pula para siswa berbondong-bondong memasuki kelasnya masing-masing, tidak seorang pun siswa yang masihaberada di halaman sekolah kecuali para yang bergegas masuk kedalam kelas.

"Selamat pagi, ada pengumuman untuk kalian."

"Ahhh........." bisik temanku yang duduk di belakang.

"Yang di sebut namanya ikut bapak ke kantor sekarang juga." Hati semua para siswa seakan-akan bertalu-talu di telingaku, rasa takut, cemas, dan khawatir bersatu padu terasa di kelas kami, semua tampak tercerminkan dari ekspresi para siswa yang merah padam. Pikirku langsung melayang bahwa di kantor terdapat beberapa polisi dan sekawanan anjing pelacak yang siap untuk menyergapku dalam sekejap.

"Arif!" suara seorang guru yang berdiri di depanku ini membuatku terperanjat dan terkejut. Perasaanku semakin tak karuan aku gentar menghadapinya, pada saat itu aku menyesal harus datang ke sekolah aku kan merasa lebih jika harus berada di rumah dan mencari barang bekas untuk mendapatkan sebuah celana pramuka yang aku cari-cari selama ini.

"Arif?, Arif!" suaranya makin menyentak dan membuatku semakin terkejut dan takut.

Aku berdiri, "i iya pak." Dengan langkah yang tidak begitu meyakinkan aku bergegas meninggalkan kelasku.

Sepertinya laki-lakinya hanya kau sendiri saja yang di panggil ke kantor dan yang lainnya adalah kebanyakan perempuan. Sesampainya di pintu kantor semua perempuan terhenti langkahnya, aku sendiri heran kenapa mereka berhenti di depan pintu seperti itu. Perlahan-lahan aku mendekati mereka.

"Ada apa ini?"

"Rif, kamu duluan sana yang masuk." Ucap salah seorang dari mereka.

"Kenapa harus aku." Aku mencoba menolak.

"Kamu kan satu-satunya laki-laki di antara kita."

"Iya juga." Bisik kecilku "tapi..." mereka memandangku seolah-olah memaksaku untuk melakukannya, dengan berat hati aku menuruti apa perintahnya.

"Tok-tok," bunyi ketukan pintu menggetar suara ini untuk mengucapkan salam kepada orang yang berada di dalam ruangan itu.

"Waalaikum salam..." sapa seorang guru yang berada di ruang guru itu, "kalian siswa yang di panggil sama Pak Teddy kan?" tanyanya. Serempak kami menganggukkan kepala tanda kami mengiyakannya. "Begini, kalian berempat mendapatkan bantuan dari sebuah perusahaan atau istilahnya beasiswa, untuk siswa yang berprestasi dan teladan, jadi silahkan isi formulirnya setelah itu tanda tangan di sini." Guru itu menyodorkan sebuah kertas dan sebuah balpoint kepada kami. "Nanti istirahat, kalian ambil beasiswanya." Ujar guru itu.

Kami melongo tak percaya, mendapatkan sebuah kabar yang sangat menggembirakan bagiku tentunya. Setelah bel istirahat berbunyi kami berempat kembali di panggil oleh guru kami untuk mengambil beasiswa tadi. Setelah ku lihat ternyata beasiswa itu tidak berbentuk uang, melainkan barang meskipun begitu aku tidakkecewa karenanya. Jika ini sudah rezekiku kenapa harus di tolak?. Kuterima beasiswa itu dan yang kudapatkan hanya beberapa buku tulis dan seragam merah putih, akan tetapi sesuatu yang mengganjal di penglihatanku.

"Pramuka!." Aku sangat gembira sekali ketika yang kudapati adalah seragam pramuka, meskipun tidak begitu lengkap hanya baju dan celananya saja.
.*.
.*.    .*.

Aku baru tersadar, aku belum ganti pakaianku yang kucel ini. Kusimpan kembali baju pramuka yang kupegang ini. Hari lusa pasti akan menyenangkan untukku. Hari ini sudah mulai sore cahaya matahari pula tampak begitu lelah, angin pula segera beristirahat, akan tetapi kau belum kasih tahu ibu soal ini.

"Bu bolehkan, bu.......?"
"Kalau itu memang baik untukmu Ibu izinkan" senyumku langsung menyeringai, "Akan tetapi jangan terlalu senang dulu, kamu jangan lupa solat!"
"Oke bu!"

.*.
.*.       .*.

Sabtu, 17 Maret 2012

Sajak Sunda Tandang

                                                                                           yasana: Yayat Hendayana

Geura tabeuh goong maneh jalu
Ngadu handaru jeung sora goong nu lian
Malar batur nyarahoeun
Hidep teh geuning teu pireu

Lain mangsana
Urang ngadedempes hees
Dina wanci kudu nyaring
Lain wayah urang leah
Balap mandeurikeun maneh
Majar teh da lain eleh

Tong katalikung ku tukang
Mangsa di cancang ku tambang
Beunang ngarara sorangan
Hese incah hese lengkah
Di cangreud ku sarwa ulah
Akon-akon adi luhung

Geura tabeuh goong maneh, jalu
Geus mejehna nepak dada
Baheula di carek soteh
Keur jaman silih eledan
Ayeuna mangsana tandang
Nu cicing wayahna nyisi

PUAH!
Geura teuneung geura ludeung
Geura nyora sing pertentang
Anjeun mah lain bagejid , jalu
Tapi jangkrik siap tarung,
PRUNG!

Senin, 27 Februari 2012

TUNAS KE 3 SUNGAI KENANGAN


Cahaya matahari menembus jendela kawat, sinarnya berpijar di antara-antara dinding-dinding kelas yang catnya telah kusam dan tak cerah. Para siswa tengah serius menghadapi selembar kertas   di atas mejanya masing-masing. Tidak satu pun yang tubuh kami yang bergerak kecuali mereka yang tengah menyontek kepada teman sebangkunya bahkan tetangganya. 

Tiba-tiba seorang guru berdiri di hadapan kami semua.
"Anak-anak minggu depan sekolah kita di undang untuk mengikuti kegiatan pramuka di tingkat kwaran, dengan itu bapak berharap sekali agar kalian semua ikut serta dalam kegiatan tersebut, saat ini bapak membutuh kan 6 orang putera dan 6 orang puteri, nah.... untuk sisanya bapak akan meminta keikut ertaan dari kelas lain."Katanya dengan penuh harapan,"jadi siapa yang akan ikut ke sana."
Suasana tampakhening lebih dari sebelumnya, tidak beberapa lama kemudian ruangan ini menjadi gaduh, mereka saling menuduh siapa yang harus ikut kegiatan itu meskipun aku berharap sekali mereka menuduhku tapi sungguh tak seorangpun yang menuduhku padahal waktu itu aku sangat berharap banyak sekali kepada mereka dan sayangnya mereka tidak pernah menyadarinya. Kini sudah ada 5 orang yang telah tercatat, hanya satu orang lagi yang harus mendaftarkan diri untuk mengikuti kegiatan tersebut. Suasana menjadi hening kembali, pak guru yang sedang berdiri di depan kami semua ini tampak tengah bertanya-bertanya siapa yang akan mengikuti kegiatanitu akumencoba mengacungkan tanganku.
"Saya pak." rupanya seseorang lebih dariku aku menengokke belakang, ternyata dia adalah burhan orang yang paling pintar di kelas kami karena kepintarannya itu ia di segani disini sebagai ketua kelas. akan tetapai aku pula tak mau kalah darinya sesegera mungkin aku menengok pak guru yang sedang berdiri di hadapan dan senyumnya menyeringai melihat burhan mengacungkan tangan.

"Saya saja pak," ujarku memecahkan suasana,"tapi......"kemudian mereka berhenti berbuat bising dan menatapku penuh dengan rasa curiga "aku, aku tidak punya seragamnya tapi ingin sekali ikut krgiatan itu."mataku menataptajam orang yang didepanku itu dengan penuh permohonan.

"Kalau aku punya pak." Burhan mencoba mengambil perhatiannya aku yakin dia akan tertawa melihatku tidak ikut kegiatan itu. Semua teman-temanku tidak ada satupun yang mendukundku disini, mereka lebih mendukung burhan, menurutku itu hal yang mungkin terjadi jika mereka mendukung burhan karena burhan sendiri adalah anak istimewa dibandingkan denganku. Aku merasa malu pada diriku sendiri karena telah membuka rahasiaku bahwa aku tidak punya baju pramuka sungguh aku sangat malu sekali.

Semenjak kejadian yang memalukan itu aku berusaha untuk mendapatkan baju pramuka, agar jika suatu hari  ada kegiatan pramuka jika aku ingin mengikutinya jadi aku tidak perlu malu lagi. Setiap pulang dari SD aku langsung mengambil karung kosong, aku juga di temani oleh seorang teman yang senasib denganku. disini kami berdua berjalan mencari barang-barang bekas seperti gelas plastik, botol dan sebagainya.karena kampung kami jauh dari mana-mana kami berinisiatip mencari barang rongsokan itu di sekitar kampung kami yang penuh dengan pohon-pohon bambu yang mejunjung tinggi.

Tempat sampah ini merupakan teman karibku waktu itu, tempat sampah ini bagaikan kolam-kolam yang penuh akan sampah, diantara sampah-sampah itulah aku dan hasan bergelut mencari-cari bongkahan-bongkahan rupiah yang dapat aku kumpulan hingga aku bisa membeli baju pramuka. tempat sampah yang curam seakan-akan dapat memangsaku ketika aku tengah lengah mencari samapah disana, apalagi pohon bambu yang senantiasa jatuh jika diterpa angin kencang.

"Kamu dapat banyak rif?"tanya hasan.
"Lumayan, kalau kamu  bagaimana san?"
"Lumayan juga sich. aku lelah nih bagaimana kalau mandi di cicuol, pasti seger lagi."
"Yang benar saja."
"Benar dong, ya sudah nanti aku tunggu ditempat biasa, aku mau pulang dulu ke rumah."
"Hmmm... ya sudah kalau itu maumu."

Kami segera keluar dari arena sampah ini, dan mengganyang sekarung rongsokan yang akan kami jual kepada bandar rongsokan, tapi sebelumnya rongsokan ini akan kami simpan dahulu di rumah masing-masing. Sekejap senja datang hasan sudah tiba didepan rumahku, dengan segera aku menemuinya.

"Hanya kita sajakah?" tanyaku
"Tidak hambali dan idan aku ajak dan mereka sekarang telah duluan kesana."

Kami segera beranjak ke lokasi yang kami tuju, air yang di janjikan  hasan emang benar apa adanya dan sungai inilah yang sering kami sebut ci cuol, bebatuan menjulang diantara sungai yang mengalir deras, begitu pula dengan jembatan yang tampak indah dipandang dari sebelah sini sungguh heran meskipun terbuat dari helaian bambu tapi jembatan itu tampak kokoh. dipinggir sungai yang mengalir tedapat sebuah padang rumput yang menghampar luas sekali.

Di antara gundukan bebatuan yang berada di tengah sungai terdapat sebuah  waduk kecil seperti yang pernah hasan kaakan kepadaku, waduk ini sebenarnya tidak kami buat dengan sengaja akan tetapi para penggali pasir yang membuatnya menjadi dalam, pasir-pasir itu ditaruhnya dan dikumpulkan ditepi sungai, air sungai yang dalam memang sangat disukai anak-anak sepertiku menyempatkan diri untuk mandi di sana. Hambali dan idan tampak senang dan riang berenang-renang hilir mudik ketepi-ketengah mungkin mereka sangat menyenangkan sekali mandi disungai itu.

"Ikut mandi yuk rif,"
"Ide bagus tuh ayo."

Dengan bergegas kami berdua segera ikut bergabung bersama mereka menyenangkan bukan main, berenang kian kemari meloncat-loncat dari atas batu satu ke batu yang lainnya dan yang paling lebih menynangkan lagi adalah meloncat setinggitingginya dengan gaya kami sendiri ketengah air yang dalam itu, karena itu aku dan kawan-kawan sangat senang sekali bermain air, dan hal itu pula yang membuat kami menjadi lupa segala-galanya. Setelah kami merasa kedinginan kami mengorbankan diri kami untuk menjadi santapan cahaya matahari hal ini tidak merugikan kami tapi malah menguntungkan kami kami karena dengan itu tubuhkami menjadi kering kembali. Ditepi sungai ini terdapat sebuah gundukan pasir yang sengaja para tukang mengumpulkan pasir-pasirnya disana, gundukan pasir itu persis seperti gunung hal itu membuat kami tertrik untuk bermain disana. Kami membuat beberapa gunung-gunung kecil, jalan, sungai bahkan bencana alam.

"Hei sedang apa kalian?"teriak seorang kakek yang membuat kami menjadi terkejut."capek-capek ngumpulin kalin pakai main-main, kurang ajar, awas kalian."Sambil mengacung-acung kan sapu lidi yang berada di tangannya.

"Wah gawat nih bisa-bisa kita mati disini."
"Lari..........."

"Awas ya kalian kalau ketemu nanti." Kami lari lunggang-langgung sambil membawa pakaian yang belum sempat kami pakai, detakkan jantung semakin kencang dan rasa takutku semakin meningkat. Tidak terasa kami telah berjalan sejauh ini kami berempat ngos-ngosan dibuatnya. meskipun kami masih berada di tepisungai yang sama tapi kami tidak tahu kami berada dimana langkah inilah yang mengantarkan kami kesini. Setelah kami sadar dengan segera kami memakai baju yang masih merekat dalam genggaman kami.

"Hah sialan kakek tua itu. kalau aku tahu dia tidak bisa ngejar kita tidak usah kita berlari sejauh ini."
"Benar san, percuma kita berlari sejauh ini."pendapat hambali
"Tadi tuh mestinya kita santai saja, lagian kakek tua itu mustahil bisa mengejar kita."ujar idan
"Ya sudah lah yang berlalu biarlah berlalu."ucapku
"Tidak apalah yang pentingkan kita selamat."ujar hasan

Angin sepoy-sepoy menabrak tubuh kami, cahaya kuning menembus pepohonan yang rindang, air sungai yang terhiasi bebtuan yang menebar di mana-mana. Namun disebelah pandanganku terdapat sebuah baju cokelat yang sepertinya telah hanyut terbawa arus air.

"Pramuka," suaraku membuat kawan-kawanku menengok kearah pandanganku
"Ada apa rif?"
"Itu kan baju pramuka yang hanyut."
"Biar aku ambil" kataku
"Emang kamu kenapa, sepertinya kamu ingin sekali baju itu."
"Tidak aku hanya ingin saja,"

Aku mencoba membersihkan baju itu, ku perhatikan setiap gerak tanganku yang sedang membasuh baju yang baru aku pulung tadi.

"Aku selalu berharap bisa memakai baju pramuka yang bagus, keren, dan gagah, tapi ah.... aku hanya selalu bisa berharap."

Hari sudah beranjak sore, awan-awan mengantarnya ke tempat peristirahatan. Akan tetap kami masih betah berada disini, inilah yang ku sebut sebagai sungai kenangan karena di tempat inilah aku bisa merasa bahagia dan gembira bersama kawan-kawanku. Dan di sungai ini pula aku bisa merasa betapa senangnya mendapat baju pramuka pertamaku, meskipun basah kuyub.

"Kita pulang saja, sedah sore nih!"
"Ide bagus tuh, ayo!"

Mereka  bergegas meninggalkan sungai ini namun aku masih termenung menatapi baju yang pegang saat ini, aku baru tersadar ketika mereka meninggalkanku terlalu jauh. Dengan segera aku bergegas mengejar mereka.

Siang telah kutinggalkan dan malam ku sambut dengan perasaan yang penuh mengharukan. Di atas teras aku kembali menatap langit hitam dengan hiasan bintang-bintang yang bertaburan, semuanya tampak tengah menemani bulan yang murung sendirian. Aku selalu ingin mengungkapkan perasaanku tapi mereka selalu bisu tidak sedikit pun ia menjawab pertanyaanku.

"Bulan, hari ini aku telah mendapatkan baju pramuka, meskipun hati ini masih kecewa karena mendapatkan baju ini dengan cara tidak terhormat. Ya Allah Ibuku bilang jka kita bersabar maka Kau akan menyayangiku tapi kenyataannya kau tidak sama sekali, tapi tidak apa sekarang bajunya, besok bisa saja celananya."

Jumat, 10 Februari 2012

TUNAS KE 2 HARAPAN BUKAN IMPIAN

     KELASKU emang paling di andalkan dari pada kelas lain karena kelasku bukanlah kelas biasa di sekolah ini, kelas ini adalah kelas terunggul di bandingkan dengan kelas yang lain, dan aku sangat bersyukur sekali karena bisa duduk di kelas yang siswanya bukan siswa biasa. Banyak cerita yang telah terlukis di kelas ini canda tawa kami kikis bersama-sama, kelas ini kaya akan solidaritas dalam pertemanan, hal itu membuat aku sulit untuk melepas mereka jika waktu yang merampasnya.
     Kata orang bijak beda orang beda kemampuan, ini memang kenyataan dan hal itu membuatku selalu ingin menggali kata-kata itu. Setelah aku membanding-bandingkan antara aku dengan yang lain ternyata emang benar, semuanya sangat berbeda dari cara, sikap, sampai tingkah laku. Ketika aku membandingkan kemampuanku dengan orang lain yang mempunyai kemampuan di bawahku aku seperti sombong, akan tetapi jika  sebaliknya aku merasa tidak ada apa-apanya. tapi jika ardi yang berkata kecil hati itu tidak akan mungkin, karena walaupun tubuhnya kecil ia tidak akan suka dengan kata-kata itu.
     Kalau aku butuh pertolongan aku lebih suka meminta pertolongan kepadanya, hanya ardi yang bisa membantuku dalam segala hal. Selain ardi terkadang alam aku meminta bantuan yang duduk di belakangku, ternyata repot juga tidak mempunyai teman satu bangku, aku duduk paling depan dan sendirian dan ardi bertetanggaan denganku yang satu bangku dengan hamdi, mereka memang sangatr baik tapi aku malu jika harus meminta tolong kepadanya terus.
     Tidak terasa waktu istirahat telah tiba, istirahat kali pasti akan menyenangkan, karena aku telah terlepas dari mata pelajaran yang sangat membosankan dan membuatku jenuh, dan memang anak-anak kelas sembilan sering mengatakan pelajaran ini pelajaran  yang sangat mebetekan.
     Aku berjalan di atas teras bersama ardi sembari melihat-lihat akbar siapa tahu dia berada di sini.
     "Di, kita keperpustakan yuk, ada novel bagus di sana judulnya sang pemimpi."
     "Tidak ah, aku tidak terlalu tertarik sama novel."
     Tiba- tiba akbar menghampiri kami berdua.
     "Kak, bagaimana persiapannya?"
     "Persiapan apa?"tanya ardi
     "Kemah ke javana spa masa kamu lupa?"kataku
     "Oh... sory aku lupa besok lusakan.?" tanyanya lagi.
     "Iya."kataku"Bar, siapa saja yang ikut ke sana"
     "Alfa, Rizan, dan Kak Bagus."
     "Bagus. jadi lebih banyak yang kut itu lebih baik bukan."kata ardi
     "Oh ya kak, tadi kakak di panggil sama pak mahmud di mintanya"
     "Yang benar"tanya ardi, akbar mengangguk."ayo!" mereka pun pergi.
     Kini aku menjadi sendiri tanpa teman yang mendampingiku setelah mereka berdua pergi, aku bergegas ke kelasku, di kelas ini aku di temani oleh beberapa temanku, tiba-tiba alam datang menghampiriku tanpa aku minta, rupanya ia mengajakku untuk pergi ke perpustakaan bersamanya, tanpa banyak pikir lagi aku langsung menerima permintaannya.
     "Emang kamu mau baca buku apa?"
   "Baca buku biografi SBY, baru baca beberapa halaman  jadi penasaran kelanjutannya bagaimana."ujarnya.
    Sesampainya di perpustakaan alam langsung mengambil buku yang ia maksud di dalam rak buku, sementara aku masih mencari-cari buku sang pemimpi di depan rak setelah buku tersebut ku temukan aku mencari tempat duduk yang nyaman di dekat alam. Ketika kami tengah asyik membaca buku tiba-tiba ardi menghampiri kami berdua.
      "Ada apa di?" tanyaku.
      "Kamu di panggil tuh sama pak yusuf."
      "Lantas kamu lam."
      "Semua OSIS juga ada kok di sana." terpa ardi
      "Ayo lam ikut."
     Kami yang tengah asyik membaca buku terpaksa harus di tunda dahulu karena siapa tahu berita ini sangat penting bagi kami mungkin kabar baik atau sebaliknya, entahlah kami akan tahu jika menemui pak yusuf segera. Pak Yusuf adalah guru di smp ini ia merupakan staf yang penting di sini yaitu sebagai pembantu kepala sekolah bidang kesiswaan, pak yusuf pula adalah ayah dari alam awalnya aku memang tak percaya bahwa alam adalah anaknya setelah kutahu buktinya akhirnya aku bisa percaya juga padanya.
     Kata-kata ardi tak bisa di pungkiri lagi memang benar apa kata-katanya semua osis telah berkumpul disana, kecuali kambertiga yang baru datang ke ruangan ini, sepertinya acaranya belum lama di mulai dengan segera kami ikut bergabung bersama mereka.
     "Sebelumnya bapak ucapkan terima kasih atas ke datangan kalian semuanya, juga bapak ucapkan mohon maaf karena telah mengganggu aktifitas kalian semuanya,"katanya, kemudian ia melanjutkan kata-katanya."Begini, bapak panggil kalian sebenarnya bapak tadi dapat surat dari kecamatan yang isinya keikut sertaan kalian dalam acara persami LT II, berhubung pramuka di sekolah kita belum aktif jadi untuk penggantinya adalah kalian, bagaimana kalian sanggup.?" Kami sungguh tidak percaya dapat tawaran ikut pramuka LT II, raut wajah kami berbeda ada yang di penuhi rasa penasaran, senang, bahkan ada yang biasa-biasa saja.
       "Kapan pak.?"
       "Di surat ini tertulis, pada hari sabtu sampai hari minggu tepatnya di belakang MI Ci Panas."jelasnya.
        "Jadi besok lusa dong."
       "Ya begitulah, untuk itu bapak mohon sekali keikutsertaan kalian."ujarnya "Sekarang bapak ingin  tahu siapa yang ikut ke sana jadi arif," dia memandang ke arahku, aku tersentak karenanya."Kamu sebagai ketua osis tolong data siapa yang akan ikut pada LT II nanti."
   "Oh..., iya iya pak pasti."ujarku meyakinkannya."Emang berapa orang yang ikut ke sana?"tanyaku lagi.
       "Minimal 6 orang dan maksimalnya 11 orang ."
       Lubuk hatiku berkata ini adalah kesempatanku mengikutikegiatan pramuka, karena hal itu merupakan impianku sejak aku masih duduk di sd dulu, namun karena faktor dan ruang waktu  yang tidak memihak kepadaku hal itu membuat akuharus menyimpan impian itu hingga ada kesempatan yang lain, kegiatan kali akan kujadikan sebagai bahan pelajaran untuk mengenal pramuka lebih dalam lagi. Semua anak-anak memandangku, seakan-seakan mereka menuntutku agar mengikuti kegiatan tersebut, tentu saja ini adalah kesempatan emas buatku, rasanya tidak masalah untukku jika mengikuti kegiatan itu meskipun hanya tingkat kwaran saja.
        "Saya ikut apa kalian akan ikut juga?" tanyaku kepada mereka.
        Semua temanku sepertinya telah puas dengan pernyataanku tadi, mereka juga mengikuti jejakku, mungkin mereka tertarik dengan dengan tawarannya atau sebagainya, entah apa tujuan mereka mengikuti kegiatan ini aku tidak peduli yang pasti kali ini aku punya kesempatan mengikuti pramuka.
          "Sekarang siapa yang akan menjadi pemimpin regunya?"
          "Hmm........... bagaimana kalau alam saja pak."Alam yang tadi diam saja menjadi tersentak oleh suaraku tadi, semua memandang alam seakan-akan mereka meyakinkan bahwa ia memang pantas menjadi pinru, dan menurutku ia memang pantas.
          "Aku setuju." ucap yang lainnya.
          "Kalau aku sich terserah."kata alam
          Akhirnya ia bersedia pula menjadi pinru, harapanku terkabul karena ia mempunyai banyak sekali pengalaman tentang pramuka di sdnya dulu, meskipun aku tidak satu sd dengannya tapi setidaknya aku tahu banyak tentang dirinya. Rupanya pertemuan kali ini tidak berlanjut begitu lama, setelah pemberitahuan itu kami langsung membubarkan diri dan beranjak ke kelas masing-masing, hal pasti akan menyenangkan karena di mulai dari sinilah aku akan memulai pengalaman baruku di pramuka. Bagiku hal ini untung sekali buat alam karena mungkin sudah tahu banyak tentang pramuka, sehingga tidak usah banyak latihan tidak sepertiku yang harus di mulai dari angaka 0 sebagai pemula, untuk menguasai tekhnik-tekhnik pramuka.
         Seraya waktu berlalu, akhirnya bel pulang berbunyi pula, kami sekelas berbondong-bondong
keluar dari ruangan yang persegi itu, di keramaian siswa-siswa yang bergegas pulang, dengan segera aku keluar dari ruangan ini, di depan gerbang kulihat alam tengah beranjak pergi kerumahnya. Dengan bergegas aku menghampirinya.
   "Lam, alam tunggu,"teriakakku kepadanya."Ini untuk besok lusa kamu bisa latihan dahulu?"pintaku.
        "Maaf rif, sekarang aku banyak urusan lain,"
        "Ya sudah kalau begitu kita pulang saja."kataku sambil jalan." Eh lam, ngomong-ngomong enak tidak sih jadi pramuka?"
        "Tergantung,"aku memandangnya tak percaya,"ya.... tergantung kepada kita sendiri, kalau kita menyikapainya baik, hasilnya akan baik pula juga sebaliknya."
        "Terimaksih,"
     Seraya berjalan kami berbincang-bincang, semakin hebat perbincangan ini semakin membuatku penasaran dengan pramuka. Di sebuah pertigaan kecil kami berdua harus mengakhiri perbincangan ini, karena kami harus berpisah di pertigaan ini, akan tetapi hal itu tidak akan pernah bisa melenyapkan rasa penasaranku terhadap yang namanya pramuka.
       Walaupun berkilo-kilo aku berjalan tidak akan melemahkan semangatku untuk pulang ke rumah, sesampainya di rumah aku bergegas segera menyimpan tasku di kamar yang sedikit acak-acakan, ku lihat lemari bututku seakan-akan aku ingin sekali membukanya, ku buka pula lemari itu dan kulihat sebuah baju yang bewarna kopi susu dan sebuah celan pendek berwarna coklat. Ku  tarik keduanya dan kupandangi dengan seksama.


         
     



Jumat, 30 Desember 2011

Tunas ke 1 BUKAN SAATNYA


Siang ini rasanya tidak begitu menyenangkan, kawan-kawanku tidak pernah merasakan adanya persatuan.Untuk apa? mereka lebih mementingkan  pribadinya maing-masing, padahal kita ini adalah satu organisasi. Aku sebagai ketua merasa tidak tahan atas sikap-sikap mereka, mungkin hanya satu aku tidak tegas dalam mengambil keputusan.
  
Sering terdengar  di telingakuocehan anak-anak, mereka tidak suka atas kepemimpinanku, "tidak bagus dan kurang baik" katanya.Tapi hal itu tidak akan membuatku kecil hati malah sebaliknya akan aku buktikan bahwa aku pan bisa menjadi pemimpin yang baik.Bahkan anggota sendiri dengan sangat jelas menjelek-jelekan namaku di hadapanku sendiri, siapa yang tidak akan sakit hatimendengar hal itu, namun hati akan terusa bersabar, ya memang kata-kata dari anggotaku sudah tak layak lagi untuk di sabdakan, tapi apa boleh buat kalau itu memang keluan mereka selama ini.

Aku merasa  aku sendiri tanpa siapa-siapa lagi, tak ada teman di sisi rasanya sunyi dan sepi tak ada tempat untuk mencurahkan egala perasaank. semua teman-teman sekelasku sepertinya tak satu pun dari mereka mengerti perasaanku dan peduli kepadaku karena yang ku tahu dari mereka adalah mereka mencoba menjerumuskanku pada sesuatu hal yang tak kuinginkan, aku tahu betapa kecewanya mereka kepadaku karena kekecewaannya selalu terpancar dari kata-katanya.

Saat ini aku sedang duduk di dalam kelas, semua teman-temanku sama halnya sepertiku. Aku duduk paling depan dan menyendiri,aku sendiri merasa diriku di asingkan di sini, mungkin dulu aku sering ego dalam memilh teman dan akhirnya sekarang tidak satu pun teman sekelasku yang rela duduk di sampingku.

waktu jam istirahat tiba, mereka sudah keluar dari ruangan ini dan tinggal menyisakan beberapa teman perempuanku dan aku sendirian di sini  di temani meja dan kursi. selembar kertas berserak di dalam laci mejaku, ku ambil kertas tersebut dan sebuah buku tulis sebagai alas kertas itu, pena ini selalu di dekatku ku ambil pula penanya dan aku mulai menulis.


     "Langkah ini kaku 
      Tak ku tahu awalnya 
      Hati ini beku
      Tak kurasa sebelumnya


      San, kapan ku bisa bebas seperti burung
      San kawan.......
      Percuma ku menunggu
      Percuma ku ber harap
      San, kawanku hari ini aku sedang gelap

Ku simpan kembali pena yang ku pegang di atas meja. sebentar kemudian aku pandangi puisi itu sebentar pula aku memandang dinding kelas, di depan terlihat dua orang laki-laki berjas, sepertinya mereka tidak bebas mereka hanya ingin tetap tersenyum di balik bingkai pada setiap orang yang memandangnya. Aku hanya selalu bermimpi bertemu dengan beliau dan mengadu nasib padanya.Tapi aku masih punya tuhan akan kuadukan saja nasib ini kepadaNya. tetapi ku lihat pula di antar kedua foto tersebut, seekor burung garuda yang gagah perkasa tengah membentangkan sayapnya, di dadanya terdapat beberapa lambang juga di bawah gambar itu terdapat sebuah tulisan yang bernama panca sila, burung itu juga di lindungi oleh sebuah bingkai.

Seorang laki-laki sekitar dua kaki, beliau adalah ardi, beliau merupakan anggota osis juga tapi ia beda dengan yang lain ia adalah sahabatku sejak kelas tujuh, akan tetapi walaupun beliau mempunyai postur tubuh yang pendek ia sangat menyukai olahraga basket yaitu sama halnya sepertiku.Di tim kami tidak ada yang mempunyai postur tubuh yang tinggi, maka dari itu kami selalu ketinggalan dalm masalah postur tubuh.

     "Di." ia menengokku."Mau kemana?"
     "Ke kantin."  
     "Oh..." kataku. "Di bisa antar aku ke perpus tidak?"
     "Mmm... sorry Rif, aku tidak bisa"
     "Sebentar kok."
     "Ya... maaf le aku tidak bisa"

Tidak seperti biasanya ardi menolak ajakanku, ku pikir dia akan mau ikut keperpustakaan denganku soalnya ada buku yang harus aku baca. Ardi teman sekelasku juga ia duduk bersebrangan denganku, aku lebih banyak meminta bantuan kepadanya dari pada ke yang lain.

Sudahlah aku tidak mau ambil pusing anggap saja mungkin ia mempunyai keperluan yang lebih penting dari hal ini.ardi pergi begitu saja, aku jenuh berdiam diri di kelas terus, aku keluar dari kelas ini untuk mencari udara segar. Di sini aku sedang berjalan-jalan di atas teras kelas sambil mencari teman.
          
     "Kak Arif" suara itu berada di belakangku aku menengok ke arahnya.
     "Akbar. Untuk apa dia memanggilku," ucapku dalam hati."Mmm... ya, bar ada apa?"

Akbar adalah adik kelasku ia juga ikut ekstra basket yaitu sama halnya seperti aku dan ardi. Kami cukup akrab dalam menjalin hubungan walaupun dia adik kelasku.
     "Jadikan kita berkemah" katanya.
     "Tentu saja,"jawabku mantap,"eh. bar kak bagus sudah kamu kabarkan" lanjutku
     "Tentu!"jawabnya "kak, untuk kaos tim esok lusa lagi aku bayar"
     "Kaos tim? ya, nanti saja."
     "Terimakasih ya kak"dia pergi kemabali dan menghilang di tengah keramaian para siswa

Cahaya matahari masih remang-remang, hangatnya mulai terasadi tubuhku.Mentari kuning ini telah segarkansemua makhluk di muka bumi ini. Pagi-pagi sekali aku sudah berangkat kesekolah dengan beralaskan sendal jepit. Bagiku itu tidak masalah, apalagi di cemoohkan semua orang di sekelilingkudalam perjalanan.
 
     "Mau sekolah apa mau main tuh!"

Kata-kata itu yang sering ku dengar aku berniat ke sekolah dan di sekolah hanya untuk belajar mengapa harus malu. Aku memakai sandal juga karena terpaksa oleh keadan, rumahku lumayan jauh dari sekolahdan hal itu mau tidak mau harus jalan kaki menuju sekolah.Ladang dan sawah itu sudah menjadi pemandangan yang biasa bagiku karena setiap hari aku melewatinya.

Petani saja bersemangat dan bangga atas pekerjaannya, tidak jauh beda denganku, aku harus bersemangat dan angga atas atribut sekalah , tapi sayangnya sekarang aku sedang tidak mengenakan atribut sekolah, aku hanya mengenakan kaos biasa dan celana kolor sepanjang lutut.Sementara seragam dan sepatuku aku bawa dalam kemasan khusus.

Sawah-sawah yang ku lewati tampak begitu mendukung setiap langkah ini, apalagi di temani pohon-pohon padi yang menguning daunnya. Setelah 1 km lagi menuju sekolahku aku mulai memakai sepatu yang terbungkus oleh kantong yang berwarna hitam legam .

Aku sampai di sekolah, anak-anak yang mengikuti ekskul basket sepertinya telah berada di tengah lapangan.Tampaknya aku selalu terlambat kali ini, aku mulai berlari sebanyak 5 keliling.

     "Rif!"

Sepertinya ada yang lebih terlambat dari pada aku. itu adalah ardi yang menyapaku dari kejauhan, kemudian kemudian ia menyimpan tasnya di atas meja di depan ruang guru. Sejenak aku berhenti dan menyambutnya dengan senyum di pagi hari di bawah sinar mentari yang hangat, ku raih tangannya untuk bersalaman.

     "Tumben sekali kamu datang terlambat, kenapa?"tanyaku
     "Tidak cuma ada sedikit masalah di rumah."
     "Sama keluarga?"
     "Tidak juga, hanya bangun sedikit telat" jawabnya jelas"eh!sudah straching belum?"tanyanya
     "Nanti saja kalau larinya sudah kelar."

Setelah selesai lari dan strachingaku dan ardi segera bergabung bersama kawan-kawanku di lapangan.Seru juga hari ini, bermain  bola basket begitu sangat menyenangkan, baru kali ini aku bisa asyik bermain walaupun keringat ini terus bercucuran membasahi tubuhku, aku tetap semangat bermain, memasukan bola ke dalam keranjang.Apalagi ardi walaupun beliau mempunyai postur tubuh kecil tapi penampilannya sangat memukau apalagi ketika melakukan tripoint. Ardi sudah ku anggap sebagai saudaraku karena tanpanya aku tidak akan bisa melangkah maju ke depan, beliau selalu melengkapi segala kekuranganku untuk melihat ke depan.
       
Lembayan tangan seorang perempuan itu sangat indah, dia dera perempuan yang ku anggap baik di depan mataku, ia juga sangat pandai bermain bola basket tembakannya jarang sekali keliru.Diam-diam aku mengagumi beliau tapi ia tak pernah menyadari hal itu.
       
     "Sudah jam tujuh pas waktunya untuk ganti pakaian" teriak kak bagus
       
Sedih dan miris cerita tentangnya anak-anak basket tidak semuanya tentang ceritanya tapi sebagian dari mereka tahu siapa sebenarnya dia termasuk aku sendiri.Sebenarnya dia bukan pelatih kami, ia hanya seorang pendatang dari bali yang mengaku sebagai pengganti pak.mahmudpelatih basket kami yang dulu, tapi anehnya beliau sama sekali tidak mempnyai status di sekolah ini.Katanya beliau adalah seorang pemain streetball dan sekarang ia sedang menunggu final di jakarta.
       
Halyang paling membuatku salut kepadanya adalah rasa pedulinya dalam mempertahankan agamanya meskipun beliau masih terlihat kebiasaan kehinduannya. Awalnya ia beragama hindu kemudian berkat kesadaran hatinya beliau masuk islam, kakek beliau memaksanya agar kembali ke agama hindu lagi, akan tetapi kak bagus tidak ingin kemabali ke agama hindu dan akhirnya ia mengembara ke sini dan di sini pula ia berusaha untuk menuntut ilmu agama.pernah aku bertanya kepadanya."kenapa kakak ke sini "
       
     "Entahlah langkah ini yang mengantarkan kakak ke sini"
     "Kata kakak, kakak menunggu semi final di jakarta kejuaraan apa sih kak?"

Hal itu ku tanyakan kepadanya karena rasa penasaran ini sangat membendung di pikiranku. ia menjawab bahwa ia mengikuti kejuaraan streetball yang di adakan oleh LA dan sekarang ia sedang memperkuat tim dari makasar.
.*.
.*.         .* .
         
Kak bagus menghapiriku "Rif hari ini uang kaos tim sudah terkumpul berapa"
   
   "Sedikit kak hanya Rp.75.000,-kalau di jumlah jadi Rp.290.000,- soalnya di kakak sudah ada Rp.150.000,- kan?" tanyaku.
      "iya! nanti kakak ambil lagi  Rp.50.000,- dulu jadi uang yang ada di kakak totalnya jadi Rp.265.000,- jangan lupa di catat"
     "Iya kak!" kataku meyakinkannya "tapi kak mengapa di ambilnya sedikit-sedikit mengapa tidak semuanya saja" tanyaku.
          "Ye... kan kakak mau bayar dpnya dulu"
      
Tanpa banyak bicara lagi aku dan ardi juga yang lainnya pergi meningalkan lapangan dan beranjak ke meja yang berada di depan ruang guru.

     "Mau ganti di mana di?"
    "Di mes saja yuk!"kami pergi ke messetelah kami berada di tempat tersebut kami segera berganti baju .       "Di kamu lihatkan bagaimana dera bermain dengan sangat bagusnya?" Tanyaku
     "Ya iyalah diakan sering latihan mustahil penampilannya jelek"
     "Tapi tidak hanya itu, ada sesuatu yang membuat aku suka padanya"
     "Apa!" ia terkejut dan mendekatiku. "tidak salah, yang benar saja kamu. emang apa yang membuat kamu suka samantha tuh orang."
     "Ya,....." sungguh aku tak bisa menjawabnya.
     " Hmmm..... kalau sudah begini ujung-ujungnya pasti suka iya kan?"
     "Ya gitu deh!" aku semakin menghirau.
     "Bagus dong itu artinya kamu normal, akan tetapi alangkah bagusnya bila kita jangan dulu memikirkan ke sana dulu. Ingat Rif kita di sekolah ini tinggal beberapa bulan lagi, kalau kita fokus pada hal-hal yangzom begitu kapan kita berpikir untuk ujian nasional. Tapi kan itu kan hak kamu jadi terserah  kamu saja."Aku hanya menatapnya dengan dengan penuh kekaguman." kok kamu malah bengong"katanya kejutkan aku.
     "Aku hanya heran saja kok bisa ya? orang seperti kamu bisa nfgomong kaya begitu."
     "Biasa saja kali"
    "Tapi aku setuju sekali dengan pendapatmu, di. ini bukan saatnya aku berpikir ke sana, yang harus kita pikirkan adalah bagaimana kita bisa menempuh ujian nasional nanti salut sekali aku pada cara berpiukirmu yang seperti itu."
     " Kamu tuh bisa saja"
.*.
.*.      .*.