Halaman

Jumat, 30 Desember 2011

Tunas ke 1 BUKAN SAATNYA


Siang ini rasanya tidak begitu menyenangkan, kawan-kawanku tidak pernah merasakan adanya persatuan.Untuk apa? mereka lebih mementingkan  pribadinya maing-masing, padahal kita ini adalah satu organisasi. Aku sebagai ketua merasa tidak tahan atas sikap-sikap mereka, mungkin hanya satu aku tidak tegas dalam mengambil keputusan.
  
Sering terdengar  di telingakuocehan anak-anak, mereka tidak suka atas kepemimpinanku, "tidak bagus dan kurang baik" katanya.Tapi hal itu tidak akan membuatku kecil hati malah sebaliknya akan aku buktikan bahwa aku pan bisa menjadi pemimpin yang baik.Bahkan anggota sendiri dengan sangat jelas menjelek-jelekan namaku di hadapanku sendiri, siapa yang tidak akan sakit hatimendengar hal itu, namun hati akan terusa bersabar, ya memang kata-kata dari anggotaku sudah tak layak lagi untuk di sabdakan, tapi apa boleh buat kalau itu memang keluan mereka selama ini.

Aku merasa  aku sendiri tanpa siapa-siapa lagi, tak ada teman di sisi rasanya sunyi dan sepi tak ada tempat untuk mencurahkan egala perasaank. semua teman-teman sekelasku sepertinya tak satu pun dari mereka mengerti perasaanku dan peduli kepadaku karena yang ku tahu dari mereka adalah mereka mencoba menjerumuskanku pada sesuatu hal yang tak kuinginkan, aku tahu betapa kecewanya mereka kepadaku karena kekecewaannya selalu terpancar dari kata-katanya.

Saat ini aku sedang duduk di dalam kelas, semua teman-temanku sama halnya sepertiku. Aku duduk paling depan dan menyendiri,aku sendiri merasa diriku di asingkan di sini, mungkin dulu aku sering ego dalam memilh teman dan akhirnya sekarang tidak satu pun teman sekelasku yang rela duduk di sampingku.

waktu jam istirahat tiba, mereka sudah keluar dari ruangan ini dan tinggal menyisakan beberapa teman perempuanku dan aku sendirian di sini  di temani meja dan kursi. selembar kertas berserak di dalam laci mejaku, ku ambil kertas tersebut dan sebuah buku tulis sebagai alas kertas itu, pena ini selalu di dekatku ku ambil pula penanya dan aku mulai menulis.


     "Langkah ini kaku 
      Tak ku tahu awalnya 
      Hati ini beku
      Tak kurasa sebelumnya


      San, kapan ku bisa bebas seperti burung
      San kawan.......
      Percuma ku menunggu
      Percuma ku ber harap
      San, kawanku hari ini aku sedang gelap

Ku simpan kembali pena yang ku pegang di atas meja. sebentar kemudian aku pandangi puisi itu sebentar pula aku memandang dinding kelas, di depan terlihat dua orang laki-laki berjas, sepertinya mereka tidak bebas mereka hanya ingin tetap tersenyum di balik bingkai pada setiap orang yang memandangnya. Aku hanya selalu bermimpi bertemu dengan beliau dan mengadu nasib padanya.Tapi aku masih punya tuhan akan kuadukan saja nasib ini kepadaNya. tetapi ku lihat pula di antar kedua foto tersebut, seekor burung garuda yang gagah perkasa tengah membentangkan sayapnya, di dadanya terdapat beberapa lambang juga di bawah gambar itu terdapat sebuah tulisan yang bernama panca sila, burung itu juga di lindungi oleh sebuah bingkai.

Seorang laki-laki sekitar dua kaki, beliau adalah ardi, beliau merupakan anggota osis juga tapi ia beda dengan yang lain ia adalah sahabatku sejak kelas tujuh, akan tetapi walaupun beliau mempunyai postur tubuh yang pendek ia sangat menyukai olahraga basket yaitu sama halnya sepertiku.Di tim kami tidak ada yang mempunyai postur tubuh yang tinggi, maka dari itu kami selalu ketinggalan dalm masalah postur tubuh.

     "Di." ia menengokku."Mau kemana?"
     "Ke kantin."  
     "Oh..." kataku. "Di bisa antar aku ke perpus tidak?"
     "Mmm... sorry Rif, aku tidak bisa"
     "Sebentar kok."
     "Ya... maaf le aku tidak bisa"

Tidak seperti biasanya ardi menolak ajakanku, ku pikir dia akan mau ikut keperpustakaan denganku soalnya ada buku yang harus aku baca. Ardi teman sekelasku juga ia duduk bersebrangan denganku, aku lebih banyak meminta bantuan kepadanya dari pada ke yang lain.

Sudahlah aku tidak mau ambil pusing anggap saja mungkin ia mempunyai keperluan yang lebih penting dari hal ini.ardi pergi begitu saja, aku jenuh berdiam diri di kelas terus, aku keluar dari kelas ini untuk mencari udara segar. Di sini aku sedang berjalan-jalan di atas teras kelas sambil mencari teman.
          
     "Kak Arif" suara itu berada di belakangku aku menengok ke arahnya.
     "Akbar. Untuk apa dia memanggilku," ucapku dalam hati."Mmm... ya, bar ada apa?"

Akbar adalah adik kelasku ia juga ikut ekstra basket yaitu sama halnya seperti aku dan ardi. Kami cukup akrab dalam menjalin hubungan walaupun dia adik kelasku.
     "Jadikan kita berkemah" katanya.
     "Tentu saja,"jawabku mantap,"eh. bar kak bagus sudah kamu kabarkan" lanjutku
     "Tentu!"jawabnya "kak, untuk kaos tim esok lusa lagi aku bayar"
     "Kaos tim? ya, nanti saja."
     "Terimakasih ya kak"dia pergi kemabali dan menghilang di tengah keramaian para siswa

Cahaya matahari masih remang-remang, hangatnya mulai terasadi tubuhku.Mentari kuning ini telah segarkansemua makhluk di muka bumi ini. Pagi-pagi sekali aku sudah berangkat kesekolah dengan beralaskan sendal jepit. Bagiku itu tidak masalah, apalagi di cemoohkan semua orang di sekelilingkudalam perjalanan.
 
     "Mau sekolah apa mau main tuh!"

Kata-kata itu yang sering ku dengar aku berniat ke sekolah dan di sekolah hanya untuk belajar mengapa harus malu. Aku memakai sandal juga karena terpaksa oleh keadan, rumahku lumayan jauh dari sekolahdan hal itu mau tidak mau harus jalan kaki menuju sekolah.Ladang dan sawah itu sudah menjadi pemandangan yang biasa bagiku karena setiap hari aku melewatinya.

Petani saja bersemangat dan bangga atas pekerjaannya, tidak jauh beda denganku, aku harus bersemangat dan angga atas atribut sekalah , tapi sayangnya sekarang aku sedang tidak mengenakan atribut sekolah, aku hanya mengenakan kaos biasa dan celana kolor sepanjang lutut.Sementara seragam dan sepatuku aku bawa dalam kemasan khusus.

Sawah-sawah yang ku lewati tampak begitu mendukung setiap langkah ini, apalagi di temani pohon-pohon padi yang menguning daunnya. Setelah 1 km lagi menuju sekolahku aku mulai memakai sepatu yang terbungkus oleh kantong yang berwarna hitam legam .

Aku sampai di sekolah, anak-anak yang mengikuti ekskul basket sepertinya telah berada di tengah lapangan.Tampaknya aku selalu terlambat kali ini, aku mulai berlari sebanyak 5 keliling.

     "Rif!"

Sepertinya ada yang lebih terlambat dari pada aku. itu adalah ardi yang menyapaku dari kejauhan, kemudian kemudian ia menyimpan tasnya di atas meja di depan ruang guru. Sejenak aku berhenti dan menyambutnya dengan senyum di pagi hari di bawah sinar mentari yang hangat, ku raih tangannya untuk bersalaman.

     "Tumben sekali kamu datang terlambat, kenapa?"tanyaku
     "Tidak cuma ada sedikit masalah di rumah."
     "Sama keluarga?"
     "Tidak juga, hanya bangun sedikit telat" jawabnya jelas"eh!sudah straching belum?"tanyanya
     "Nanti saja kalau larinya sudah kelar."

Setelah selesai lari dan strachingaku dan ardi segera bergabung bersama kawan-kawanku di lapangan.Seru juga hari ini, bermain  bola basket begitu sangat menyenangkan, baru kali ini aku bisa asyik bermain walaupun keringat ini terus bercucuran membasahi tubuhku, aku tetap semangat bermain, memasukan bola ke dalam keranjang.Apalagi ardi walaupun beliau mempunyai postur tubuh kecil tapi penampilannya sangat memukau apalagi ketika melakukan tripoint. Ardi sudah ku anggap sebagai saudaraku karena tanpanya aku tidak akan bisa melangkah maju ke depan, beliau selalu melengkapi segala kekuranganku untuk melihat ke depan.
       
Lembayan tangan seorang perempuan itu sangat indah, dia dera perempuan yang ku anggap baik di depan mataku, ia juga sangat pandai bermain bola basket tembakannya jarang sekali keliru.Diam-diam aku mengagumi beliau tapi ia tak pernah menyadari hal itu.
       
     "Sudah jam tujuh pas waktunya untuk ganti pakaian" teriak kak bagus
       
Sedih dan miris cerita tentangnya anak-anak basket tidak semuanya tentang ceritanya tapi sebagian dari mereka tahu siapa sebenarnya dia termasuk aku sendiri.Sebenarnya dia bukan pelatih kami, ia hanya seorang pendatang dari bali yang mengaku sebagai pengganti pak.mahmudpelatih basket kami yang dulu, tapi anehnya beliau sama sekali tidak mempnyai status di sekolah ini.Katanya beliau adalah seorang pemain streetball dan sekarang ia sedang menunggu final di jakarta.
       
Halyang paling membuatku salut kepadanya adalah rasa pedulinya dalam mempertahankan agamanya meskipun beliau masih terlihat kebiasaan kehinduannya. Awalnya ia beragama hindu kemudian berkat kesadaran hatinya beliau masuk islam, kakek beliau memaksanya agar kembali ke agama hindu lagi, akan tetapi kak bagus tidak ingin kemabali ke agama hindu dan akhirnya ia mengembara ke sini dan di sini pula ia berusaha untuk menuntut ilmu agama.pernah aku bertanya kepadanya."kenapa kakak ke sini "
       
     "Entahlah langkah ini yang mengantarkan kakak ke sini"
     "Kata kakak, kakak menunggu semi final di jakarta kejuaraan apa sih kak?"

Hal itu ku tanyakan kepadanya karena rasa penasaran ini sangat membendung di pikiranku. ia menjawab bahwa ia mengikuti kejuaraan streetball yang di adakan oleh LA dan sekarang ia sedang memperkuat tim dari makasar.
.*.
.*.         .* .
         
Kak bagus menghapiriku "Rif hari ini uang kaos tim sudah terkumpul berapa"
   
   "Sedikit kak hanya Rp.75.000,-kalau di jumlah jadi Rp.290.000,- soalnya di kakak sudah ada Rp.150.000,- kan?" tanyaku.
      "iya! nanti kakak ambil lagi  Rp.50.000,- dulu jadi uang yang ada di kakak totalnya jadi Rp.265.000,- jangan lupa di catat"
     "Iya kak!" kataku meyakinkannya "tapi kak mengapa di ambilnya sedikit-sedikit mengapa tidak semuanya saja" tanyaku.
          "Ye... kan kakak mau bayar dpnya dulu"
      
Tanpa banyak bicara lagi aku dan ardi juga yang lainnya pergi meningalkan lapangan dan beranjak ke meja yang berada di depan ruang guru.

     "Mau ganti di mana di?"
    "Di mes saja yuk!"kami pergi ke messetelah kami berada di tempat tersebut kami segera berganti baju .       "Di kamu lihatkan bagaimana dera bermain dengan sangat bagusnya?" Tanyaku
     "Ya iyalah diakan sering latihan mustahil penampilannya jelek"
     "Tapi tidak hanya itu, ada sesuatu yang membuat aku suka padanya"
     "Apa!" ia terkejut dan mendekatiku. "tidak salah, yang benar saja kamu. emang apa yang membuat kamu suka samantha tuh orang."
     "Ya,....." sungguh aku tak bisa menjawabnya.
     " Hmmm..... kalau sudah begini ujung-ujungnya pasti suka iya kan?"
     "Ya gitu deh!" aku semakin menghirau.
     "Bagus dong itu artinya kamu normal, akan tetapi alangkah bagusnya bila kita jangan dulu memikirkan ke sana dulu. Ingat Rif kita di sekolah ini tinggal beberapa bulan lagi, kalau kita fokus pada hal-hal yangzom begitu kapan kita berpikir untuk ujian nasional. Tapi kan itu kan hak kamu jadi terserah  kamu saja."Aku hanya menatapnya dengan dengan penuh kekaguman." kok kamu malah bengong"katanya kejutkan aku.
     "Aku hanya heran saja kok bisa ya? orang seperti kamu bisa nfgomong kaya begitu."
     "Biasa saja kali"
    "Tapi aku setuju sekali dengan pendapatmu, di. ini bukan saatnya aku berpikir ke sana, yang harus kita pikirkan adalah bagaimana kita bisa menempuh ujian nasional nanti salut sekali aku pada cara berpiukirmu yang seperti itu."
     " Kamu tuh bisa saja"
.*.
.*.      .*.